Awan hitam menyelimuti sore itu. Angin berhembus cukup kencang
mendinginkan tubuhku. Mengibarkan kerudung dan gaun hitamku, sekaligus seolah-olah menampar-nampar
hatiku yang terkoyak. Aku berdiri terpaku menatap sekeliling. Tiada siapa
pun, hanya aku sendiri ditemani bisikan rindu sang angin.
Aku berdiri terpaku menatap perih sebuah makam di
sampingku. Mataku samar-samar menatap batu nisan yang berdiri tegak diatasnya. Kutemukan sebuah nama terpampang tegas dibatu nisan nya yang
perlahan mengiris luka yang selalu bersemayam dalam hatiku.
Seketika, air mataku pun merembes keluar dari sudut
mataku ketika rintik-rintik hujan mulai mengguyur pemukaan bumi, membasahi
kekosongan dan kesedihanku. Seolah-olah berusaha berkompromi dengan hati untuk menghapus rindu yang senantiasa
menggelayut dalam kesibukan hari-hariku. Kutengadahkan kepalaku dan perlahan ku tutup mataku. Mencoba menikmati senandung
lagu rindu yang didendangkan sang hujan. Lagu rindu yang memaksaku mengingat
sebuah kenangan yang begitu pahit. Dan memory itupun senantiasa terputa kembali
dalam ingatanku…………….
#
@ #
Gadis kecil itu berlari kencang sambil menggiring bola
ditengah ditengah derasnya air hujan. Menikmati irama rintik hujan. Sementara
,seorangan anak laki-laki mengejarnya dari belakang berusaha merebut boala dari
gadis kecil itu.namun,gadis kecil itu terus berlari dan menggiring bola dengan
lincah.
Gadis kecil itu adalah aku, Casey. gadis kecil berrumur 10
tahun. dan anak laki-laki itu adalah sahabatku, Riko, yang berumur 12 tahun.
Ricko adalah sahabatku yang paling aku sayang. Dia adalah
seorang pianis. Disekolah, kami sering dipasangkan untuk acara hiburan dalam
berbagai acara disekolah karena aku adalah seorang penyanyi. Dia adalah kakak
kelasku di sebuah sekolah dasar terkenal di sebuah kota keci di Prancis, dan
kami sangat dekat. Dan kedekatanitulah yang membuat kami selalu berusaha saling
menjaga. Dia selalu menjagaku dari anak-anaknakal yang suka menggangguku, dari
gangguan kakak kelas yang mencoba memeras uang sakuku, dan dari kekerasan
saudara tiriku. Bahkan dia hampir terjatuh ke jurang saat membantuku menaiki
tebing saat Camping tahunan. Itulah yang membuatku sangat menyayanginya.
Meskipun dia seorang Nasrani, namun itu tak pernah menjadi penghalang bagi kami
untuk menjalin sebuah persahabatan. Dia tetap amitie’ sekaligus guardian angel
bagiku.
“Ayo,
Ricko…kejar aku!Kau sangat payah. Kejar bolanya kalau kau bisa!”Ejekku
“Baiklah. Kau fikir aku tak bisa merebut bola darimu?” Teriaknya dan terus mengejarku.
“Baiklah. Kau fikir aku tak bisa merebut bola darimu?” Teriaknya dan terus mengejarku.
Begitulah gambar keceriaan hari itu. Diatas rumput hijau lapangan bola dibelakang rumah kami, kami terus cekikikan dan bermain dalam derasnya air hujan tanpa beban. Seolah tak akan pernah ada takdir duka yang menanti. Berjingkrak-jingkrak diatas rerumputan lapangan nan hijau. Mengikuti irama
nyanyian hujan. Hingga kamipun memutuskan untuk beristirahat. Kami berbaring-baring diatas rerumputan sambil memejamkan mata. Membiarkan rintik-rintik hujan mengaliri
tubuh kami.
“Casey….”
Panggil Ricko perlahan.
“Mmm…”Sahutku
tenang.
“Aku
ingin berterimakasih padamu. Dan juga...... minta maaf.”Ujarnya.
kukernyitkan dahiku tak mengerti.
“Untuk
apa?”Tanyaku tak mengerti sambil tetap menutup mata. Tak ada jawaban darinya. Kubuka mataku perlahan kemudian bangkit dan duduk disampingnya seraya
menatapnya penuh rasa heran.
“Untuk
semuanya.”Ujarnya tertahan membutku semakin bingung.”kamu mau kan memaafkanku?”
“Aku….Aku
sungguh tak menerti maksudmu.”Gelengku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Dia bangun dan duduk disampingku. Dia mengusap pelan rambutku. Kemudian dia tersenyum
lembut. Entah apa arti senyumannya itu kali ini. Aku sungguh tak mengerti.
Digenggamnya erat tanganku dan mulai berkata lagi.”Casey…..sebenarnya ……”
“Ricko…”Panggil
sebuah suara jauh dibelakang kami memotong kalimat Ricko. Kami menoleh kearah
sumber suara. Nampak seorang wanita berpayung tengah berdiri disamping
mobilnya yang sedang diparkir di pinggir jalan didekat lapangan tempat kami
bermain. Wanita itu adalah madame Mollie, ibu Ricko. Ricko tersenyum senang.
“Tunggu
sebentar. Aku akan segera kembali.”Ucapnya seraya berlari kearah ibunya. Dari
kejauhan, mereka terlihat bercakap-cakap sebentar. Dan beberapa menit kemudia, Ricko berlari
kearahku.
“Casey…aku harus pergi sekarang."
“Casey…aku harus pergi sekarang."
"Tapi kau belum selesai cerita padaku." Sungutku.
"Aku janji akan menceritakan semuanya
padamu, OK?” Aku mengangguk mengalah. Dia kemudian mencium keningku dan segera berlari
kearah ibunya. Mereka segera masuk kedalam mobil. Ricko membuka kaca jendela
mobil dan melambaikan tangan padaku.”Au revoir, Casey!” Kulambaikan tanganku sambil terus menatap
mobil itu yang terus menjauh dan akhirnya menghilang dibalik hujan.
#$@$#
Malam merangkak. Sang dewi senja telah kembali ke peraduan.
Aku duduk termenung diatas atap kamarku. Menatap sendu aliran sungai dibelakang
halaman rumahku. Gemericiknya bagaikan irama musik bagi para jangkrik yang
bersembunyi dibalik bebatuan.
Kutatap angkasa. Tak ada bulan maupun bintang yang menghiasi.
Hanya desau angin yang senantiasa mengibar-ngibarkan rambut ikal sepunggungku.
Ku alihkan pandanganku kearah jembatan tali penghubung kamarku dan kamar Ricko. Nampak Ricko sedang berjalan di atasnya. Dia tersenyum dan melambai kearahku.
Setelah sampai di kamarku, dia memanjat tembok disamping kamarku dan berjalan perlahan kemudian duduk disampingku. Kami terdiam beberapa saat. Sampai
akhirnya kuputuskan untuk memulai pembicaraa.
“Kau ingin mengatakan sesuatu?”Tawarku. Ricko hanya tersenyum dan mendesah pelan. Dia memandang lurus kedepan menerawag jauh.Entah kemana. Aku tak tahu.
“Kau ingin mengatakan sesuatu?”Tawarku. Ricko hanya tersenyum dan mendesah pelan. Dia memandang lurus kedepan menerawag jauh.Entah kemana. Aku tak tahu.
“Mengapa
kau diam saja?Apa ada yang kau sembunyikan?”Dia tetap diam.”atau ada yang salah
denganku?”
“Tidak!”Jawabnya tegas.
“Tidak!”Jawabnya tegas.
“Lalu?”
“Apa kau yakin ingin mendengarnya?”Tanyanya memandangku seolah-olah ingin memastikn keyakinanku. Kupandangi ia dan mengernyitkan kening tanda tak mengerti. Dia tertunduk beberapa saat kemudian mengangkat wajahnya kembali. Dia mendesah panjang seolah-olah ingin melepaskan beban yang beratnya berton-ton yang mengunci mulutnya. Namun kemudian dia mulai berkata.”Tadi sore, aku pergi kerumah sakit untuk mengambil hasil sample darahku. Dan hasilnya….aku dinyatakan leukemia stadium empat.”Ucapnya lirih.
“Apa kau yakin ingin mendengarnya?”Tanyanya memandangku seolah-olah ingin memastikn keyakinanku. Kupandangi ia dan mengernyitkan kening tanda tak mengerti. Dia tertunduk beberapa saat kemudian mengangkat wajahnya kembali. Dia mendesah panjang seolah-olah ingin melepaskan beban yang beratnya berton-ton yang mengunci mulutnya. Namun kemudian dia mulai berkata.”Tadi sore, aku pergi kerumah sakit untuk mengambil hasil sample darahku. Dan hasilnya….aku dinyatakan leukemia stadium empat.”Ucapnya lirih.
"Leukemia?" Tanyaku seolah-olah berbicara kepada diriku sendiri. Aku seperti pernah mendengar kosa kata itu. Kemudian aku teringat sesuatu yang pernah diceritakan oleh ayahku beberapa tahun yang lalu. Leukemia adalah penyakit yang pernah diderita oleh ibuku yang kemudian membuatnya meninggal. Aku tertegun beberapa saat. "Maksudmu....Kangker????" Tanyaku tak yakin. Dia hanya mengangguk pelan.
“Kau
bercanda? Kau pasti ingin menipuku. tapi…..sekarang kan bukan waktunya april
mop?” Ujarku sambil tersenyum terkekeh dan tak lepas dari wajahnya. Berharap wajahnya akan menunjukkan garis
canda. Namun wajahnya menunjukkan keseriusan dan sebuah kesedihan.
“Umurku tak akan lama lagi”Desahnya seolah berbisik pada dirinya sendiri.
“Cukup, Ricko!”Bentakku.”Hentikan candaan ini. Kau tak akan kemana-mana.Dan kau bukan Tuhan. Dokte juga bukan Tuhan.Siapapun tak berhak memvonismu sekejam itu.”Teriakku penuh amarah. Ricko hanya diam.
“Umurku tak akan lama lagi”Desahnya seolah berbisik pada dirinya sendiri.
“Cukup, Ricko!”Bentakku.”Hentikan candaan ini. Kau tak akan kemana-mana.Dan kau bukan Tuhan. Dokte juga bukan Tuhan.Siapapun tak berhak memvonismu sekejam itu.”Teriakku penuh amarah. Ricko hanya diam.
“Tapi
itu kenyataannya”"desahnya pelan
“Tidak…..!”Kututup
mulutku dan menggeleng kuat.Hanya itu yang mampu ku katakan.Aku tak sanggup
untuk berkata-kata lagi.Bibirku terlalu kelu untuk berkata-kata. Aku mulai merasakan sebuah air hangat mengalir lembut . Butiran-butiran bening itupun akhirnya jatuh dipipiku. Mengairi
jiwaku yang pilu. Aku menangis.
Ku telungkupkan wajahku dengan kedua tanganku. Menghayati
setiap bening yang jatuh dipipiku. Hatiku sakit, perih, dan hancur. Kecewa
dengan apa yang terjadi. Sahabat yag selama ini selalu mencoba menjadi
pelindungku akan segera pergi untuk selamanya. Aku tak sanggup!Aku belum siap
kehilangannya!
Tetes air hujan mulai membasahi tubuh kami. Membasahi
kesedihanku. Meremukkan dinding harapanku. Ricko tetap terdiam mendongak keatas
langit seraya memejamkan mata. Mencoba menikmati setiap tetes butiran bening
yang terjatuh.
“Kau
pernah berkata, jika kita berdo’a saat hujan turun, makaTuhan akan segera
mengabulkannya. Lalu mengapa kau tak melakukannya kali ini? Kau tak ingin berdo'a untukku? ”Ujarnya. Ku tatap ia
dengan tatapan nanar.
“Apakah
Tuhan tak akan mengambilmu dariku jika aku berdo’a kali ini?” tanyaku
perih. Kutatap ia semakin dalam. Dia mencoba tersenyum meski kini air matanya
mulai mengalir. Disekanya airmatanya meski air matanya terus
mengalir. Dipalingkannya wajahnya mencoba menyembunyikan kesedihanya dariku.
“Jangan
pernah kau coba unuk menyembunyikan kesedihanmu, Ricko. Karena aku bisa melihat
lebih dari sekedar air mata.”Ucapku lirih. Dipeluknya aku dengan erat dan
menangis sesenggukan.
“Jangan
menangis lagi, Casey. Karena aku tidak akan sanggup melihat air
matamu.”Desahnya. Dipeluknya aku semakin erat.Aku menagis tersedu-sedu. "Kau
harus tahu satu hal,Casey.” kemudian melepaskan pelukannya. "Kematian bukanlah
akhir dari segalanya. tapi itulah awal dari kehidupan kita yang baru.”Sambungnya
dan menghapus air mataku.Kemudian dirogohnya kantongnya dan mengeluarkan sebuah
kalung berliontinkan bintang dan memakaikannya dileherku.
“Jagalah
kalung ini danbukalah liontinnya jika kamu merindukanku.Dan ingatlah satu hal
lagi, Casey.Aku akan selalu dihatimu jika kau tak melupakanku.”Diciumnya
keningku dan memelukku lagi.Entah berapa lama dan itu adalah pelukan
terakhirnya.
Satu minggu setelah malam itu, Rickopun meninggal setelah
sebelumnya dilarikan kerumah sakit dan dirawat selama dua hari karna kondisinya
semakin kritis.Akhirnya diapun meninggal tepat dihari ulang tahunku yang ke-11.
Aku menangis tak henti-hentinya saat itu.Akusungguh tak siap
harus kehilangannya.Semuanya terasa gelapdan menyakitkan.Beberapa kali aku tak
sadarkan diri. Tapi aku tetap dapat mengikuti upacara pemakamannya meski dengan
tangis histerisku.
“Rickooo…!Jangan
pergi….!Jangan tinggalkan aku!”Ratapku. Daddy memelukku dengan erat.Sementara
aku meronta-ronta agar lepas dari pelukan Daddy. Tapi tubuh kecilku tak mampu
tak mampu melawan pelukan Daddy.Aku terus meratap.Orang tua Ricko,orang tuaku,
bahkan orang-orang yang mengikuti upacara pemakaman itu ikut menangis.
Mereka menatap sedih kepadaku. Hingga upacarapun selesai dan orang-orang mulai
beranjak pergi meninggalkan pemakaman. Daddy melepaskan pelukannya. Aku berlari
kearah makam Ricko dan kakiku terasa lemas saatku berada disamping makam
Ricko. Aku terduduk lemas. Hanya menangis yang bisa kulakukan untuk mengiringi
kepergian Ricko.
“Sudahlah,Casey.Jangan
menangis lagi.Aku yakin Ricko akan sedih melihatmu seperti ini.”Ucap madame
Mollie mengusap-usap punggungku. Aku masih menangis menelungkupkan wajahku. Namun setelah beberapa saat, Daddy mengajakku pulang. Kuletakkan mawar kuning diatas makam Ricko dan
segera beranjak meninggalkan pemakaman.
“Au
revoir,Ricko.Au revoir…!”Desahku dalam hati.
#
@
#
Kubuka mataku perlahan.Hujan masih belum reda.Kutatap makam
Ricko dankuhapus air mataku.Kutatap foto dalam liontin pemberian Ricko.Foto saat
kami bermain lumpur dihalaman belakang rumah Ricko.Aku tersenyum meski air
mataku terus mengalir dipipiku.Kuletakkan mawar kuning diatas makamnya dan
kucium batu nisannya.
“Mercy,Ricko.Kau
telah menjadi guardian angel-ku.Walaupun sudah 7 tahun au pergi
meninggalkanku.Namun aku tak akan pernah melupakanmu.Kau akan tetap menjadi
amitie’ sekaligusguardian angel bagiku.”Desahku
Kulangkahkan kakiku meninggalkan pemakaman yang semakin
sunyi.Hembusan angin bagakan nyanyian sendu sang malaikat. Mengiringi langkahku
meninggalkan pemakaman yang semakin terasa sunyi.
0 komentar:
Posting Komentar