I love you more then i did before
And if today I don’t see your face
Nothing changes. No one can take your place
It gets hard everyday[1]
Suara Miley Cyrus bersenandung
melantunkan lagu “Stay” memecahkan kesunyian malam itu. Seorang gadis masih
sibuk menyusun dan merapikan tangkai-tangkai bunga yang telah dirapikan daunnya.
Dia ingin segera menutup toko bunga milik Mamanya. Karena kebetulan hari ini
Papa dan Mamanya sedang pergi ke luar kota, sedangkan Kak Shasya sedang ada
camping sehingga tidak ada yang menjaga toko bunga milik Mamanya. Dia terpaksa
mengalah.
“DOORR!”
Seseorang mengagetkannya dari belakang. Nisya mengurut dada dan membalikkan
tubuhnya melihat orang yang sangat dikenali suaranya itu.
“Lo tuh ya
nyebelin banget! Untung gue nggak sakit jantung. Kalau nggak, bisa game over
gue malam ini.” Ucap Nisya marah sambil berkecak pinggang.
“Nyebelin-nyebelin
gini, gue juga yang lo kangenin.” Canda Arga. Nisya segera membuat gerakan
ingin muntah.
“Ngapain lo
dateng kesini malem-malem gini?”
“Mau beli bunga
lah. Masa mau jogging?”
“Iya deh iya.
Gue salah nanya. Lo mau beli bunga apa?”
“Mawar merah.”
Nisya tersentak.
“Untuk siapa?”
“Marrie.” Jawab
Arga sepatah. Nisya merenung wajah sahabatnya itu. “ Ngapain lo natap gue kayak
gitu?”
“Nggak…eh….nggak
apa-apa.” Nisya berlalu mengambil sejambak bunga yang telah dihias rapi
beberapa saat tadi sebelum Arga datang. “Lo mau ke acara ultahnya ya?”. Tanya
Nisya lagi menyerahkan karangan bunga tersebut. Sekali lagi Arga mengangguk.
“Ngasih kado apa?”
“Cincin. Gue mau
ngelamar dia. Gue udah nggak mau nunggu lagi.” Senyum Arga sumringah. Nisya
hanya mengangguk mendengarkan kata-kata Arga. “Nih.” Arga menyerahkan uang lima
puluh ribuan.
“Nggak usah. Ini
gratis buat lo.” Tolak Nisya. Arga sudah tersenyum panjang.
“Makasih,
sayang! Lo baik banget deh!” Puji Arga. Nisya hanya tertawa hambar. “Ya udah.
Gue cabut dulu.”
“Good luck!”
Balas Nisya melambaikan tangan kepada Arga. Arga meninggalkan toko bunga
tersebut. Memasuki mobil Jaguarnya. Nisya menyentuh dadanya perlahan. Sakit.
@------------------#-----------------@
“Lo kenapa sih
monyok gitu?” Tanya Nisya duduk di balik meja di depan Arga.
“Gue putus.”
Jawab Arga sepatah lalu menelungkupkan wajahnya diatas meja. “Sakit banget
rasanya waktu dia nolak gue. Gue nggak paham kenapa dia nggak mau nerima
lamaran gue. Kita kan bukan setahun dua tahun pacaran?”
“Mungkin dia
belum siap.”
“Tapi itu bukan
alasan yang tepat buat mutusin gue!” Bentak Arga. “Hati gue sakit banget.”
Nisya mengeluh perlahan.
“Lebih sakit
mana dari ngeliat orang yang kita sayang bersedih untuk orang lain?”
“Maksud lo?”
“Selama 15 tahun
kita kenal, lo satu-satunya cowok yang bisa bikin jantung gue bergetar. Gue
jatuh cinta ama lo dan gue selalu ngasih tanda ke elo. Tapi lo nggak pernah
nganggep gue. Tau kenyataan bahwa lo pacaran ama Merrie, itu buat gue sakit
banget. Tapi gue diem aja. Sekarang, gue nggak tahen lagi. Gue pengen lo tau
kalo gue sayang dan cinta ama lo. Please belajar cintain gue.” Nisya
menggenggam tangan Arga erat. Laki-laki itu hanya menatapnya. Mungkin terkejut.
Nisya mengeluh pelan. “Gue nggak maksa lo kok. Sekurang-kurangnya, belajarlah buat
cintain gue.” Ucap Nisya Melangkah pergi meninggalkan Arga.
@------------------#-----------------@
Beberapa hari setelah kejadian Nisya
mengungkapkan perasaannya kepada Arga, Arga pun mendatanginya dan menyatakan
bersedia belajar mencintainya. Kini mereka telah resmi berpacaran. Sudah 5
bulan mereka menjalani ikatan percintaan. Tidak banyak yang berubah. Hanya
panggilan ‘sayang’ saja yang sudah mulai berubah. Nisya tidak peduli. Dia butuh banyak waktu. Bisik hati
Nisya.
Hari ini dia berjalan-jalan ke toko
roti Mollie. Toko roti yang teletak persis disamping Café NN. Tempat
favouritenya dan Arga. Dia ingin mengambil kue ulang tahun yang dipesannya
kemarin. Hari ini adalah hari ulang tahun Arga. Dia ingin memberikan kejutan
untuk Arga. Sedangkan kado ulang tahun sudah dipersiapkannya jauh-jauh hari dan
diletakkan didalam mobil.
Setelah mengambil kue pesanannya,
dia ingin singgah sejenak di Café NN. Entah mengapa dia terasa ingin sekali
minum kopi. Terlebih saat hujan seperti hari ini. Nisya berlari kecil menghindari
hujan kearah mobilnya untuk menaruh kue kedalam mobilnya agar tidak basah oleh
hujjan. Namun baru menutup pintu mobil dan hendak melangkah ke Café NN,
langkahnya otomatis terhenti. Dibalik tembok kaca Café, dia melihat Arga
bersama Merrie. Merrie Nampak memberikan sebuah bingkisan kado berukuran
sedang. Arga terlihat sangat senang. Merrie memaut lengan Arga sangat mesra
seperti pasangan yang sedang berpacaran.
Hatinya
keliru. Nisya kembali kedalam mobilnya. Kepalanya disenderkan pada sandaran mobil.
Diraihnya Hp nya yang terletak diatas dashboard dan mulai men-dail nomer Arga.
“Hi, sayang!”
Sapa Nisya pura-pura ceria.
“Oh..hh..hai.”Jawab
Arga ragu.
“Kamu lagi
dimana?”
“Aku…lagi di
rumah. Kenapa?” Nisya mulai menahan isak.
“Nggak. Nggak
apa-apa. Aku cuma mau ngingetin jangan lupa makan.”
“Oh..iya aku
udah makan kok.”
“Jaga diri
baik-baik ya, sayang.” Ucap Nisya menutup pembicaraan. Nisya mulai terisak.
Diliriknya Arga dan Merrie yang kembali ngobrol dan bercanda. Nisya menyentuh
dadanya yang terasa begitu sakit. Betapa teganya Arga akan menyakitinya seperti
itu. Mesin mobil mulai dihidupkan dan mulai menyetir meninggalkan pekarangan
Café. Dipandunya mobilnya menuju kerumah Arga. Dengan pakaian yang mulai basah,
Nisya memencet bell rumah Arga. Seorang pria tampan berdiri didepannya.
“Eh Nisya. Kok
ujan-ujanan gini. Ayo masuk. Arga lagi nggak di rumah. Tapi bentar lagi juga
pulang.” Terang Rasya, Kakak Arga.
“Ah nggak kok,
Kak. Aku nggak mau ketemu Arga. Aku cuma
mau nitip ini. Tolong kasikan ke Arga.” Nisya menyodorkan bungkusan plastic
putih yang sudah basah dan sebuah kado berwarna biru tua. Warna kesukaan Arga.
Rasya mengambil bungkusan itu. Dia menatap wajah Nisya yang terus dibasahi oleh
air mata. Memang tidak terlihat jelas karena kondisi wajahnya yang basah. Tapi
suara Nisya yang serak membuat Rasya tau bahwa Nisya sedang menangis.
“Kenapa nggak
kasih sendiri saja?”
“Ah..hmm…nggak.
Nggak apa-apa. Sampaikan kepada Arga, jaga diri baik-baik.” Nisya terdiam
sejenak mengumpulkan kekuatan. “Aku pergi dulu, Kak.” Pamit Nisya kemudian.
Rasya hanya mengangguk. Tidak ingin memaksa. Dia hanya menatap punggung Nisya
yang semakin menjauh dan menghilang dibalik mobilnya.
@------------------#-----------------@
Nisya
membuka pintu rumahnya. Nampak kedua orang tua dan Kak Shasya sedang asyik
berbincang di ruang keluarga sambil menikmati acara Televisi. Namun
perbincangan mereka terhenti tatkala mendengar suara pintu terbuka cukup keras
dari pintu utama. Nisya yang berlari dengan basah kuyup sambil menangis menjadi
tumpuan perhatian mereka. Mereka saling pandang penuh rasa tanda Tanya.
Akhirnya, Shasya memutuskan untuk melihat apa yang sedang terjadi pada Nisya.
“Nisya! Kamu
kenapa, dek? Nisya!” Panggil Shasya sambil mengetuk pintu kamar Nisya
berkali-kali. Tidak ada sahutan dari dalam. Hanya suara isakan tangis terdengar
perlahan. Shasya memulas handle pintu. Menjengukkan kepalanya kedalam melihat
Nisya yang sedang duduk memeluk lutut disamping springbed. Pakainnya masih
basah kuyup. Shasya mendekati adiknya dan duduk disampingny. Dibelainya
perlahan rambut basah Nisya. “Kamu kenapa, dek?” Tanyanya perlahan. Nisya tidak
menjawab melainkan langsung memeluk erat tubuh adiknya itu.
“Nisya nggak tau
apa salah Nisya, Kak. Apa Nisya terlalu memaksa Arga mencintai Nisya, Kak? Apa
salah apabila Nisya meminta sahabat Nisya sendiri untuk belajar mencintai
Nisya? Nisya tidak berharap banyak, Kak. Hanya sekedar dia bisa mencintai Nisya
sepenuh hatinya. Nisya hanya ingin dia menjadi satu-satunya imam yang akan
mendampingi Nisya. Nisya ingin menjaganya sepanjang hidup Nisya.” Tutur Nisya
bertalu-talu. Mengertilah Shasya akan apa yang tengah terjadi dengan adik
kesayangannya itu.
“Dek…Kadang
Allah hanya menitipkan perasaan itu hanya sebagai pembelajaran tentang rasa
kecewa. Bukan untuk kamu miliki. Mungkin dia bukan jodohmu. Sabar ya, sayang.”
Nisya dengan masih tersedu-sedu melerai pelukannya.
“Kak, katakana
pada Papa dan Mama bahwa Nisya menerima tawaran beasiswa ke Jerman itu dan
Nisya mau berangkat malam ini juga.” Ucap Nisya mantap. Shasya mengelap air
mata adiknya dan mengangguk perlahan.
@------------------#-----------------@
5 tahun kemudian…….
“Huh..!” Sebuah keluhan
terdengar dari bibir Nisya. Tangannya ligat mengibas-ngibaskan pakaiannya yang
basah akibat hujan. Hujannya deras
banget. Gimana gue bisa pulang nanti? Rutuk hati gadis berbibir mungil itu
menatap kearah jalan raya yang basah dan becek tersiram air hujan. Dia kemudian
melangkahkan kakinya menuju kedalam Café. NN Café yang menjadi tempat favouritenya dulu sebelum
dia menghilangkan diri ke Jerman.
Nisya memilih duduk di salah satu bangku yang terletak di
pojokan Café. Seorang pelayan wanita mendekatinya dan dia mulai memesan
beberapa menu untuknya sekaligus untuk Shasya. Diliriknya jam tangan yang
bertengger di lengan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 16:25 sore. Namun Shasya
tidak menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Nisya memandang kearah tembok kaca
yang mengelilingi kafe. Gerakan air hujan meliuk-liuk diantara kaca bening itu.
Memorinya kembali menayangkan potongan-potongan kenangan lama. Dahulu, dia
pernah mengis dipinggir jalan dibalik tembok kaca ini.
“Hi, Dek. Maaf tadi
Kakak beli cincin dulu sama Kak Raka.” Sapa Shasya yang entah sudah sejak kapan
berdiri disampingnya.
“Iya deh.
Mentang-mentang udah mau nikah.” Sindir Nisya yang sudah memanyunkan bibir
tanda merajuk. Shasya tertawa melihat tingkah adiknya yang masih tidak berubah
dari sikap merajuk dan manjanya.
“Udah gede gini masih
aja suka ngambek.” Ledek Shasya.
“Biarin.” Balas Nisya
yang tidak mau mengalah. “Oh ya, Kakak mau ngapain ngajakin aku kesini? Mau
ngomong aja harus kesini. Kan masih bisa ngobrol di rumah.”
“Sebenarnya bukan
Kakak. Tapi ada seseorang yang mau ketemu sama kamu.”
“Nisya!” Panggil sebuah
suara perlahan sebelum Nisya sempat bertanya. Nisya menoleh.
Matanya melebar saat melihat sesosok tubuh yang sangat
dia kenali. Seseorang yang pernah mengisi hatinya suatu ketika dahulu. Bahkan
masih hingga saat ini. Nisya menekup mulutnya. Dadanya terasa sesak seketika.
Nisya berlari kencang meninggalkan Shasya dan Arga yang diam terpaku. Arga ikut
berlari mengejar Nisya. Shasya yang tidak mau ikut campur terlalu dalam hanya
mendiamkan diri memperhatikan mereka pergi meninggalkan Café.
“Nisya, Please kasih
aku kesempatan buat ngomong!” Teriak Arga. Namun Nisya tidak mengendahkan
teriakan itu. Dia masih berlari menembus air hujan yang semakin deras. Arga
tetap mengikuti rentak langkah gadis itu. Langkahnya justru semakin kencang
menyaingi langkah Nisya. “Nisya, Please!” Bentaknya sekali mendapatkan tangan
Nisya. Ditariknya tangan Nisya agar tubuh mereka semakin dekat. Dipeluknya
Nisya dengan erat. Gadis itu meronta minta untuk dilepaskan.
“Lepasin aku!” Pekik
Nisya.
“Nggak! Aku nggak
bakalan pernah ngelepasin kamu lagi. Seumur hidup, aku nggak bakalan pernah
ngelepasin kamu lagi.” Ucap Arga sambil menangis. Untuk pertama kalinya, Nisya
melihat Arga menangis hanya untuknya. Air matanyapun ikut tumpah.
“Aku ingin pergi.
Mengapa kamu selalu menahanku? Mengapa kamu datang lagi?” Marah Nisya.
“Maafin aku, Sya. Dulu
aku memang bodoh. Ngelepasin orang yang benar-benar sayang padaku hanya untuk
orang yang tidak pernah mencintaiku. Aku telah melepaskan sahabat terbaik yang
tidak akan pernah aku dapatkan lagi di dunia ini. Tapi sungguh, aku nggak
pernah mempermainkanmu. Ya, kuakui dulu aku memang ragu terhadap perasaanku.
Aku tidak pernah benar-benar memahami perasaanku sendiri. Tapi setelah kamu
pergi, aku mengerti apa arti setiap getaran didadaku saat kita bertemu.”
“HENTIKAN! CUKUP!!!”
Nisya melepaskan pelukan Arga dengan kasar. “AKU BENCI KAMU!” Nisya berlari
meninggalkan Arga.
“NISYA!!!! AKU CINTA
KAMU! SEUMUR HIDUP AKU CINTA KAMU!” Pekik Arga. Nisya menghentikan langkahnya.
Tubuhnya dibalikkan menghadap Arga. Tangisnya semakin deras. Rasa sesak semakin
menyelubunginya. Kemudian dia berlari lagi dan memeluk Arga dengan erat.
“Jangan tinggalkan aku,
apapun yang terjadi.” Nisya memohon perlahan
“Tidak akan pernah.”
Janji Arga.
@-----------------@
By: R.A
Jangan lupa like and share ya?! Jangan lupa komen juga. See ya next time!
[1] Miley
Cyrus, Stay.
0 komentar:
Posting Komentar