Kamis, 16 Juni 2016

Kembalilah, Cinta!

Edit Posted by with No comments

I love you more then i did before
And if today I don’t see your face
Nothing changes. No one can take your place
It gets hard everyday[1]
            Suara Miley Cyrus bersenandung melantunkan lagu “Stay” memecahkan kesunyian malam itu. Seorang gadis masih sibuk menyusun dan merapikan tangkai-tangkai bunga yang telah dirapikan daunnya. Dia ingin segera menutup toko bunga milik Mamanya. Karena kebetulan hari ini Papa dan Mamanya sedang pergi ke luar kota, sedangkan Kak Shasya sedang ada camping sehingga tidak ada yang menjaga toko bunga milik Mamanya. Dia terpaksa mengalah.
“DOORR!” Seseorang mengagetkannya dari belakang. Nisya mengurut dada dan membalikkan tubuhnya melihat orang yang sangat dikenali suaranya itu.
“Lo tuh ya nyebelin banget! Untung gue nggak sakit jantung. Kalau nggak, bisa game over gue malam ini.” Ucap Nisya marah sambil berkecak pinggang.
“Nyebelin-nyebelin gini, gue juga yang lo kangenin.” Canda Arga. Nisya segera membuat gerakan ingin muntah.
“Ngapain lo dateng kesini malem-malem gini?”
“Mau beli bunga lah. Masa mau jogging?”
“Iya deh iya. Gue salah nanya. Lo mau beli bunga apa?”
“Mawar merah.” Nisya tersentak.
“Untuk siapa?”
“Marrie.” Jawab Arga sepatah. Nisya merenung wajah sahabatnya itu. “ Ngapain lo natap gue kayak gitu?”
“Nggak…eh….nggak apa-apa.” Nisya berlalu mengambil sejambak bunga yang telah dihias rapi beberapa saat tadi sebelum Arga datang. “Lo mau ke acara ultahnya ya?”. Tanya Nisya lagi menyerahkan karangan bunga tersebut. Sekali lagi Arga mengangguk. “Ngasih kado apa?”
“Cincin. Gue mau ngelamar dia. Gue udah nggak mau nunggu lagi.” Senyum Arga sumringah. Nisya hanya mengangguk mendengarkan kata-kata Arga. “Nih.” Arga menyerahkan uang lima puluh ribuan.
“Nggak usah. Ini gratis buat lo.” Tolak Nisya. Arga sudah tersenyum panjang.
“Makasih, sayang! Lo baik banget deh!” Puji Arga. Nisya hanya tertawa hambar. “Ya udah. Gue cabut dulu.”
“Good luck!” Balas Nisya melambaikan tangan kepada Arga. Arga meninggalkan toko bunga tersebut. Memasuki mobil Jaguarnya. Nisya menyentuh dadanya perlahan. Sakit.
@------------------#-----------------@
“Lo kenapa sih monyok gitu?” Tanya Nisya duduk di balik meja di depan Arga.
“Gue putus.” Jawab Arga sepatah lalu menelungkupkan wajahnya diatas meja. “Sakit banget rasanya waktu dia nolak gue. Gue nggak paham kenapa dia nggak mau nerima lamaran gue. Kita kan bukan setahun dua tahun pacaran?”
“Mungkin dia belum siap.”
“Tapi itu bukan alasan yang tepat buat mutusin gue!” Bentak Arga. “Hati gue sakit banget.” Nisya mengeluh perlahan.
“Lebih sakit mana dari ngeliat orang yang kita sayang bersedih untuk orang lain?”
“Maksud lo?”
“Selama 15 tahun kita kenal, lo satu-satunya cowok yang bisa bikin jantung gue bergetar. Gue jatuh cinta ama lo dan gue selalu ngasih tanda ke elo. Tapi lo nggak pernah nganggep gue. Tau kenyataan bahwa lo pacaran ama Merrie, itu buat gue sakit banget. Tapi gue diem aja. Sekarang, gue nggak tahen lagi. Gue pengen lo tau kalo gue sayang dan cinta ama lo. Please belajar cintain gue.” Nisya menggenggam tangan Arga erat. Laki-laki itu hanya menatapnya. Mungkin terkejut. Nisya mengeluh pelan. “Gue nggak maksa lo kok. Sekurang-kurangnya, belajarlah buat cintain gue.” Ucap Nisya Melangkah pergi meninggalkan Arga.
@------------------#-----------------@
            Beberapa hari setelah kejadian Nisya mengungkapkan perasaannya kepada Arga, Arga pun mendatanginya dan menyatakan bersedia belajar mencintainya. Kini mereka telah resmi berpacaran. Sudah 5 bulan mereka menjalani ikatan percintaan. Tidak banyak yang berubah. Hanya panggilan ‘sayang’ saja yang sudah mulai berubah. Nisya tidak peduli. Dia butuh banyak waktu. Bisik hati Nisya.
            Hari ini dia berjalan-jalan ke toko roti Mollie. Toko roti yang teletak persis disamping Café NN. Tempat favouritenya dan Arga. Dia ingin mengambil kue ulang tahun yang dipesannya kemarin. Hari ini adalah hari ulang tahun Arga. Dia ingin memberikan kejutan untuk Arga. Sedangkan kado ulang tahun sudah dipersiapkannya jauh-jauh hari dan diletakkan didalam mobil.
            Setelah mengambil kue pesanannya, dia ingin singgah sejenak di Café NN. Entah mengapa dia terasa ingin sekali minum kopi. Terlebih saat hujan seperti hari ini. Nisya berlari kecil menghindari hujan kearah mobilnya untuk menaruh kue kedalam mobilnya agar tidak basah oleh hujjan. Namun baru menutup pintu mobil dan hendak melangkah ke Café NN, langkahnya otomatis terhenti. Dibalik tembok kaca Café, dia melihat Arga bersama Merrie. Merrie Nampak memberikan sebuah bingkisan kado berukuran sedang. Arga terlihat sangat senang. Merrie memaut lengan Arga sangat mesra seperti pasangan yang sedang berpacaran.
Hatinya keliru. Nisya kembali kedalam mobilnya. Kepalanya disenderkan pada sandaran mobil. Diraihnya Hp nya yang terletak diatas dashboard dan mulai men-dail nomer Arga.
“Hi, sayang!” Sapa Nisya pura-pura ceria.
“Oh..hh..hai.”Jawab Arga ragu.
“Kamu lagi dimana?”
“Aku…lagi di rumah. Kenapa?” Nisya mulai menahan isak.
“Nggak. Nggak apa-apa. Aku cuma mau ngingetin jangan lupa makan.”
“Oh..iya aku udah makan kok.”
“Jaga diri baik-baik ya, sayang.” Ucap Nisya menutup pembicaraan. Nisya mulai terisak. Diliriknya Arga dan Merrie yang kembali ngobrol dan bercanda. Nisya menyentuh dadanya yang terasa begitu sakit. Betapa teganya Arga akan menyakitinya seperti itu. Mesin mobil mulai dihidupkan dan mulai menyetir meninggalkan pekarangan Café. Dipandunya mobilnya menuju kerumah Arga. Dengan pakaian yang mulai basah, Nisya memencet bell rumah Arga. Seorang pria tampan berdiri didepannya.
“Eh Nisya. Kok ujan-ujanan gini. Ayo masuk. Arga lagi nggak di rumah. Tapi bentar lagi juga pulang.” Terang Rasya, Kakak Arga.
“Ah nggak kok, Kak. Aku nggak  mau ketemu Arga. Aku cuma mau nitip ini. Tolong kasikan ke Arga.” Nisya menyodorkan bungkusan plastic putih yang sudah basah dan sebuah kado berwarna biru tua. Warna kesukaan Arga. Rasya mengambil bungkusan itu. Dia menatap wajah Nisya yang terus dibasahi oleh air mata. Memang tidak terlihat jelas karena kondisi wajahnya yang basah. Tapi suara Nisya yang serak membuat Rasya tau bahwa Nisya sedang menangis.
“Kenapa nggak kasih sendiri saja?”
“Ah..hmm…nggak. Nggak apa-apa. Sampaikan kepada Arga, jaga diri baik-baik.” Nisya terdiam sejenak mengumpulkan kekuatan. “Aku pergi dulu, Kak.” Pamit Nisya kemudian. Rasya hanya mengangguk. Tidak ingin memaksa. Dia hanya menatap punggung Nisya yang semakin menjauh dan menghilang dibalik mobilnya.
@------------------#-----------------@

Nisya membuka pintu rumahnya. Nampak kedua orang tua dan Kak Shasya sedang asyik berbincang di ruang keluarga sambil menikmati acara Televisi. Namun perbincangan mereka terhenti tatkala mendengar suara pintu terbuka cukup keras dari pintu utama. Nisya yang berlari dengan basah kuyup sambil menangis menjadi tumpuan perhatian mereka. Mereka saling pandang penuh rasa tanda Tanya. Akhirnya, Shasya memutuskan untuk melihat apa yang sedang terjadi pada Nisya.
“Nisya! Kamu kenapa, dek? Nisya!” Panggil Shasya sambil mengetuk pintu kamar Nisya berkali-kali. Tidak ada sahutan dari dalam. Hanya suara isakan tangis terdengar perlahan. Shasya memulas handle pintu. Menjengukkan kepalanya kedalam melihat Nisya yang sedang duduk memeluk lutut disamping springbed. Pakainnya masih basah kuyup. Shasya mendekati adiknya dan duduk disampingny. Dibelainya perlahan rambut basah Nisya. “Kamu kenapa, dek?” Tanyanya perlahan. Nisya tidak menjawab melainkan langsung memeluk erat tubuh adiknya itu.
“Nisya nggak tau apa salah Nisya, Kak. Apa Nisya terlalu memaksa Arga mencintai Nisya, Kak? Apa salah apabila Nisya meminta sahabat Nisya sendiri untuk belajar mencintai Nisya? Nisya tidak berharap banyak, Kak. Hanya sekedar dia bisa mencintai Nisya sepenuh hatinya. Nisya hanya ingin dia menjadi satu-satunya imam yang akan mendampingi Nisya. Nisya ingin menjaganya sepanjang hidup Nisya.” Tutur Nisya bertalu-talu. Mengertilah Shasya akan apa yang tengah terjadi dengan adik kesayangannya itu.
“Dek…Kadang Allah hanya menitipkan perasaan itu hanya sebagai pembelajaran tentang rasa kecewa. Bukan untuk kamu miliki. Mungkin dia bukan jodohmu. Sabar ya, sayang.” Nisya dengan masih tersedu-sedu melerai pelukannya.
“Kak, katakana pada Papa dan Mama bahwa Nisya menerima tawaran beasiswa ke Jerman itu dan Nisya mau berangkat malam ini juga.” Ucap Nisya mantap. Shasya mengelap air mata adiknya dan mengangguk perlahan.
@------------------#-----------------@
5 tahun kemudian…….
“Huh..!” Sebuah keluhan terdengar dari bibir Nisya. Tangannya ligat mengibas-ngibaskan pakaiannya yang basah akibat hujan. Hujannya deras banget. Gimana gue bisa pulang nanti? Rutuk hati gadis berbibir mungil itu menatap kearah jalan raya yang basah dan becek tersiram air hujan. Dia kemudian melangkahkan kakinya menuju kedalam Café. NN Café  yang menjadi tempat favouritenya dulu sebelum dia menghilangkan diri ke Jerman.
            Nisya memilih duduk di salah satu bangku yang terletak di pojokan Café. Seorang pelayan wanita mendekatinya dan dia mulai memesan beberapa menu untuknya sekaligus untuk Shasya. Diliriknya jam tangan yang bertengger di lengan kirinya. Sudah menunjukkan pukul 16:25 sore. Namun Shasya tidak menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Nisya memandang kearah tembok kaca yang mengelilingi kafe. Gerakan air hujan meliuk-liuk diantara kaca bening itu. Memorinya kembali menayangkan potongan-potongan kenangan lama. Dahulu, dia pernah mengis dipinggir jalan dibalik tembok kaca ini.
“Hi, Dek. Maaf tadi Kakak beli cincin dulu sama Kak Raka.” Sapa Shasya yang entah sudah sejak kapan berdiri disampingnya.
“Iya deh. Mentang-mentang udah mau nikah.” Sindir Nisya yang sudah memanyunkan bibir tanda merajuk. Shasya tertawa melihat tingkah adiknya yang masih tidak berubah dari sikap merajuk dan manjanya.
“Udah gede gini masih aja suka ngambek.” Ledek Shasya.
“Biarin.” Balas Nisya yang tidak mau mengalah. “Oh ya, Kakak mau ngapain ngajakin aku kesini? Mau ngomong aja harus kesini. Kan masih bisa ngobrol di rumah.”
“Sebenarnya bukan Kakak. Tapi ada seseorang yang mau ketemu sama kamu.”
“Nisya!” Panggil sebuah suara perlahan sebelum Nisya sempat bertanya. Nisya menoleh.
            Matanya melebar saat melihat sesosok tubuh yang sangat dia kenali. Seseorang yang pernah mengisi hatinya suatu ketika dahulu. Bahkan masih hingga saat ini. Nisya menekup mulutnya. Dadanya terasa sesak seketika. Nisya berlari kencang meninggalkan Shasya dan Arga yang diam terpaku. Arga ikut berlari mengejar Nisya. Shasya yang tidak mau ikut campur terlalu dalam hanya mendiamkan diri memperhatikan mereka pergi meninggalkan Café.
“Nisya, Please kasih aku kesempatan buat ngomong!” Teriak Arga. Namun Nisya tidak mengendahkan teriakan itu. Dia masih berlari menembus air hujan yang semakin deras. Arga tetap mengikuti rentak langkah gadis itu. Langkahnya justru semakin kencang menyaingi langkah Nisya. “Nisya, Please!” Bentaknya sekali mendapatkan tangan Nisya. Ditariknya tangan Nisya agar tubuh mereka semakin dekat. Dipeluknya Nisya dengan erat. Gadis itu meronta minta untuk dilepaskan.
“Lepasin aku!” Pekik Nisya.
“Nggak! Aku nggak bakalan pernah ngelepasin kamu lagi. Seumur hidup, aku nggak bakalan pernah ngelepasin kamu lagi.” Ucap Arga sambil menangis. Untuk pertama kalinya, Nisya melihat Arga menangis hanya untuknya. Air matanyapun ikut tumpah.
“Aku ingin pergi. Mengapa kamu selalu menahanku? Mengapa kamu datang lagi?” Marah Nisya.
“Maafin aku, Sya. Dulu aku memang bodoh. Ngelepasin orang yang benar-benar sayang padaku hanya untuk orang yang tidak pernah mencintaiku. Aku telah melepaskan sahabat terbaik yang tidak akan pernah aku dapatkan lagi di dunia ini. Tapi sungguh, aku nggak pernah mempermainkanmu. Ya, kuakui dulu aku memang ragu terhadap perasaanku. Aku tidak pernah benar-benar memahami perasaanku sendiri. Tapi setelah kamu pergi, aku mengerti apa arti setiap getaran didadaku saat kita bertemu.”
“HENTIKAN! CUKUP!!!” Nisya melepaskan pelukan Arga dengan kasar. “AKU BENCI KAMU!” Nisya berlari meninggalkan Arga.
“NISYA!!!! AKU CINTA KAMU! SEUMUR HIDUP AKU CINTA KAMU!” Pekik Arga. Nisya menghentikan langkahnya. Tubuhnya dibalikkan menghadap Arga. Tangisnya semakin deras. Rasa sesak semakin menyelubunginya. Kemudian dia berlari lagi dan memeluk Arga dengan erat.
“Jangan tinggalkan aku, apapun yang terjadi.” Nisya memohon perlahan
“Tidak akan pernah.” Janji Arga.

@-----------------@
By: R.A
Jangan lupa like and share ya?! Jangan lupa komen juga. See ya next time!

[1] Miley Cyrus, Stay.

0 komentar:

Posting Komentar